Selasa, 26 Juni 2012

TRAINING SPIRITUAL QUANTUM; Kisah Perjalanan Ruhani di Bumi Danau Tempe


Perjalanan itu dimulai Sabtu.
Sejak tadi saya menunggu mobil yang seharusnya sudah tiba jam 16.00. Namun, ternyata mobil penjemput belum juga terlihat. Akhirnya, agenda untuk berbenah juga molor. Bahkan molor sampai maghrib.
Kalau menurut pengalaman, memang demikian terkadang perjalanan itu dimulai. Biasanya start terlambat. Molor hingga sekian jam.
Adzan isya pun berkumandang. Sejak ba’da maghrib, semua perlengkapan sudah saya persiapkan. Saya pun mengisyaratkan kepada seorang kanda yang sudah satu malam di masjid ini. Ia dalam dua kali sepekan datang ke Makassar. Selain silaturahim, beliau juga mencari pesanan obat dari pasiennya. Sebenarnya beliau bukan dokter. Ia adalah seorang guru PNS yang ditempatkan di Desa yang bernama Compong, Kabupaten Sidrap. Orangnya sangat  mudah berkomunikasi. Dalam hal bahan cerita hampir tidak pernah kehabisan. Akhirnya masjid arrahmah yang biasanya hanya diisi pembicaraan tentang guru, murid atau facebook, kini diisi dengan pengalaman beliau yang malang melintang dalam dakwah. Selain guru, beliau sangat aktif dalam berdakwah fardhiyah di masyarakat. Banyak orang tua yang sudah dikenalnya bahkan mengenal betul beliau juga. Shalat itu diiringi dengan satu penggalan ayat al-qur’an yang ana tidak tahu persis tempat ayatnya. Rakaat kedua dilantunkan dengan surah Al-Qariah.

“Assalamu alaikum warahmatullah…. Assalamu ‘alaikum warahmatullah”. Shalat ditutup dengan suara khas kak Mansur. Serak-serak yang agak lain. Tidak terlalu jelas artikulasinya. Tapi begitu lancar hafalannya. Beliau juga katanya punya hafalan yang banyak. Karena di masa kuliah beliau sangat kuat menghafal. Maklum tinggalnya juga di masjid. Jadi shalat subuh tidak pernah ketinggalan. Ba’da subuhnya dihabiskan dengan menghafal, setelah itu mengepel atau membersihkan lantai masjid dan pekarangannya.
Setelah shalat isya, saya masih menunggu. Dalam hati saya merasa bahwa, sepertinya perjalanan sepertinya akan larut malam. Akhirnya saya menghabiskan waktu ba’da isya hingga pukul sepuluh dengan bercengkrama. Bukan aktivitas yang baik sebenarnya setelah isya seperti itu diisi dengan ngumpul sambil cerita-cerita. Dalam majelis itu saya hanya memesankan kepada seluruh adinda yang sementara studi untuk tidak menjadikan ijazah mereka sebagai sumber rezeki. “Ingat, berapa banyak ijazah antum, tidak akan mempengaruhi berapa banyak rezeki yang antum akan terima, karena seandainya rezeki itu terletak pada ijazah, maka kerbau, sapi dan semut serta hewan lainnya tidak akan mendapat rezeki”. Tukasku. “Nyatanya… mereka juga masih hidup, karena memamng rezekinya telah ditetapkan oleh allah azza wa jalla. Persoalan rezeki tidak usah khawatir, kita tidak akan mati sebelum menghabiskan semua rezeki yang dijatahkan allah kepada kita”, lanjutku.
“Yang kedua, jangan sampai kita menjadikan alasan kesibukan dunia sehingga dakwah tidak berjalan. Kalau memang begitu, silahkan cepat kerjakan tugas akhir kalian, supaya kalian tidak punya lagi alasan yang menghalangi dakwah”.
Tapat jam sepuluh saya meninggalkan majelis itu. Setengah jam kemudian, mobil penjemput baru datang. Sebelumnya saya sudah ditelpon. Katanaya mobilnya memang terlambat, tapi sampai jam lima. Ternyata sampai jam setengah sepuluh malam. Niat saya meninggalkan majelis itu sebenarnya adalah untuk beristirahat. Mempersiapkan tenaga untuk esok hari. Ternyata, kegiatannya tetap jadi dilaksanakan.
Kami pun berdua bergegas. “Ihwan, adami mobilka…”, kataku kepada ihwan. Matanya agak sedikit sipit. Ternyata baru saja dia menghabiskan dua ronde tidur malam. Ia pun segera berbenah. Sepatu, tas dan segala macam kebutuhan lain diangkut ke mobil. Kami berdua ternyata orang pertama yang dijemput. Yang lainnya menunggu di Unhas.
Mobil ditancap, kami menuju Unhas. Di sana sudah menunggu Bayu, Kak Putra, Marlin, Mustakim dan Kak Abdul Malik. Serta satu lagi yang samapi akhir perjalanan saya tidak pernah tahu siapa namanya. Orangnya begitu kalem. Kata-kata yang keluar dari mulutnya sepertinya bisa dihitung setiap hari cukup dengan menggunakan jari. Total ada Sembilan dengan supir. Supirnya saya kenal sih karena saya pernah berkunjung ke rumahnya. Yah membicarakan satu masalah yang mungkin lain kali kami akan angkat ceritanya. Namanya kak Nur. Belaiu juga orang Wajo, kuliah di STIBA. Memang mertuanya mengelola usaha rental mobil. Sehingga beliau yang menjalankan usaha ini. Pembawaannya tenang. Bahkan dalam mengendarai mobil ini, kami nyaman sekali tidurnya. Sangat nyaman dan tenang mobil melaju.
Tidak terasa sepertinya Cuma beberapa jam saja di jalan. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 03.00. Jam tiga dinihari di Bumi Sengkang Wajo.
Acara trainingnya dimulai pukul 08.00 besok. Meskipun ternyata ada miskomunikasi. Akhirnya peserta baru berdatangan jam 9-an.
Kami memanfaatkan waktu yang tersisa menjelang subuh. Sekitar dua jam dengan menghempaskan diri di atas kasur empuk. Yang lainnya di bawah. Hanya saya dengan akh ihwan yang di atas kasur, dalam kamar.
Adzan subuh berkumandang. Saatnya bangun. Namun setelah adzan petugas masjid kembali memutar murattal al-qur’an sehingga menurut kebiasaan di Makassar, hal seperti itu menunjukkan adzan subuh sudah berkumandang. Ini juga saya sudah jumpai di tanah kopra, Kolaka Utara. Menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dengan jalur darat dan laut. Total hampir 14 jam.
Kami pun bangun bergegas. Menyambut panggilan adzan subuh. Hawanya ternyata biasa-biasa saja. Tidak begitu dingin. Seperti di Makassar atau di kampung saya. Yang aneh adalah bentuk masjidnya seperti rumah. Kuabahnya tidak ada. Jalan masuknya pun hanya satu. Lewat depan, tersedia dua pintu untuk laki-laki dan perempuan. Masjidnya memanjang ke belakang. Tetapi kelihatannya agak mewah, karena dilengkapi ukirann dinding dan ornament-ornamen seperti masjid besar. Lebarya tidak lebih sepuluh meter. Panjangnya sekitar 16 atau 20 meter.
Pasca shalat subuh, bantal kembali menjadi sasaran. Sampai jam tujuh pagi kami beru terbangun. Tetapi masya allah, semua sudah lengkap. Sudah terhidang nasi goring dengan kerupuk melinjo yang siap untuk di KO. Semua ramai-ramai menyerbunya. Bedanya, ini dalam kabilah orang-orang yang sudah senior sehingga yang ramai adalah setelah makannya. Sambil cerita. Setelah nasi goreng habis diembat. Korban kedu adalah jalangkote. Namun saying nafsu makan saya berkurang. Akhirnya, saya sekedar menyentuh-nyentuh saja sang jalngkote itu. Materi pertama dimulai. Pematerinya Ust. Ismail Rajab, ST. trainer dan konseptor dakwah kampus dan sekolah. Beliau dengan keterbatasan fasilitas tetap berusaha membawa peserta untuk nyaman dengan pembawaannya. Materinya self mapping. Intinya tentag beberapa masalah yang menjangkiti remaja. Mulai dari Narkoba, AIDS, tawuran dan sebagainya. Acaranya berlangsung di Majid Jabal Nur SMAN  3 Sengkang. Pesertanya didominasi lebih banyak oleh siswi.
Di rumah kami tengah asyik bercakap-cakap tentang masalah yang sering nejadi perbincangan para ikhwa. Apa kira-kira ?, Ya, betul Akhwat. Tapi insya allah bukan dalam perspektif para lajang. Kami lebih banyak mendengar dari Kak Abdul Malik sebagai tokoh utama. Beliau banyak menceritakan kisah cinta para aktivis dakwah di medan lain. Ya, bahtera rumah tangga.
 Ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Banyak juga yang diwarnai dengan konflik yang bahkan berujung perceraian. Masya allah…
Salah satu diantaranya adalah seorang ikhwa yang begitu memilih-milih pasangan. Sudah hampir sepuluh kali ta’aruf. Belum juga pilihannya jatuh. Akhirnya ia Memilih dalam ta’arufnya yang paling terakhir. Itulah memang yang dia cari. Seorang akhwat dengan paras wajah yang cantik. Mungkin itu memang salah satu tujuannya menikah, dan tujuan kebanyakan orang. Mungkin termasuk saya dan anda.
Tujuh bulan berlalu dalam perjalanan bahtera mereka ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Mertua ikhwa ini memang sepertinya dari awal kurang setuju dengan pilihan anak gadisnya. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi. Sudah akad, dan menjalani dayung biduk rumah tangga. Di bulan ketujuh itu, ternyata konflik berkepanjangan memuncak. Tidak ada pilihan lain. Ikhwa ini harus memutuskan hubungan yang telah lama dalam pencarian hidupnya. Perceraian pun tidak terelakkan. Sebenarnya bukan karena akhwatnya, akan tetapi karena keluarga dari pihak akhwat yang memang kurang mendukung sejak awal pernikahan mereka berdua. Hasilnya bayi yang dikandung oleh sang akhwat harus ditunggu dilahirkan. Ternyata bayinya adalah bayi kembar, dua perempuan lucu dan mungil.
Dalam perasaan seperti itu. Ikhwa ini tidak bisa untuk bertahan ia segera mengadukan ke ustadznya. Ia pun ditindak lanjuti dengan pencarian akhwat yang lain. Apa yang terjadi ternyata betul. Ustadznya mendapatkan akhwat lain. Proses ta’aruf pun berjalan, dan akhrnya berlangsung hingga ke pelaminan.
Yang menarik dari cerita ini adalah, Ternyata yang dinikahi oleh ikhwa tadi ini adalah teman akrab sang akhwat yang telah diceraikannya. Teman tempat curhat dan berbagi masalah.
Sungguh luar biasa taqdir Allah, dan inilah salah satu tanda diantara tanda-tanda kekuasannya yang mampu menjadikan sesuatu sesuai kehendak-Nya.
Apa yang terjadi berikutnya…?. Akhwat yang diceraikan ini sering marah dan mengungkapkan kekecewaanya kepada temannya tadi yang kini mejadi istri mantan suaminya. Tapi dengan tenag teman akhwat ini mengatakan “Eh…, sadarko saya Cuma berusaha untuk menyelamatkan anak kembarmu. Saya yang akan berusaha menjadikan mereka seperti anak kandung saya sendiri.”
Yah…. Begitulah hidup, penuh dinamika…. Wallohu a’lam….. Laa haula walaa quwwata illa billah….
----
Setelah megakhiri demikian banyaknya kisah. Dan kalau saya ceritakan sepertinya bisa menjadi novel best seller. Kisah-kisah menarik di balik rutinitas para mujahid dakwah. Mungkin begitu judul bukunya. Tapi nanti lain kali, insya allah jika allah mengizinkan.
----
Pemateri berikutnya adalah ihwan sendiri. Ketua FUMMIWA. Ia tampil dalam gaya khasnya. Baju merah berkerah dibalut dengan jas hitam, dipadu dengan celana hitam. Sebagai mana karakternya. Seorang yang selalu bersemangat terlihat dari suaranya yang sangat besar. Apalagi suara soundsystem masjid terdengar hingga keluar. Materinya Bangga jadi Muslim. Semua intisari materi trainingya di sampaikan dalam perform-nya. Semua peserta antusias melihat penampilan terbaiknya.
Tidak ada kalimat penutupnya kecuali “Lakukan apa yang kebanyak orang tidak lakukan hari, niscaya kita akan mendapat apa yang orang kebanyakan tidak dapatkan suatu saat nanti”. Sebuah falsafah yang lahir dari pengalaman dan pengamalan.
Materinya usai hingga masuk waktu dhuhur. Semua peserta berbenah. Hanya saja karena kurang persiapan. WC-nya cukup jauh. Di dalam sekolah. Jalur kesana ada, hanya saja terkunci. Jadi orang harus lewat gerbang depan sekolah untuk bisa melepaskan hajat hidup kebanyakan orang…
----
Setelah Shalat, saya langsung berinisiatif untuk menggerakkan panitia. Mereka sepertinya kurang konsolidasi. Sehingga banyak muatan acara yang kosong. Termasuk dalam penjelasan adab-adab makan. Para peserta ternyata sangat antusias untuk diatur. Mereka lebih sopan daripada anak Makassar yang cukup patoa-toai kepada guru mereka. Para peserta semangat mendengarkan penjelasan dari saya. Adab tetang makan dan minum dengan tangan kanan, sepertiga makanan, minuman dan udara dan yang lainnya baru mereka megetahuinya. Baru setelah itu, mereka diatur kembali untuk mendengarkan materi.
Setelah berakhir. Materi ketiga adalah giliran saya. Masih bingung mencari materi True Winner atau Manajemen Konflik. Karena materi ihwan tadi sudah full spirit Motivation. Maka saya lengkapi pengetahuan peserta yang masih lugu-lugu. Kelas dua dan satu ini dengan cara mengelola konflik.
Saya awali dengan kalimat pembangkit zona alpha. Sebuah yel-yel. “Spiritual Quantum…”. “Dahsyat Luar Biasa…”, sahut seluruh peserta dengan antusias. Namun untuk membuat mereka fokus, saya sengaja mengulang-ulanginya hingga beberapa kali.
Setelah itu saya mulai dengan salam. Dan satu cerita tentang salesmen terbaik yang merupakan orang gagap. Ini sebenarnya improvisasi saya. Karena colokan laptop yang saya bawa tidak cocok untuk stop kontok dengan dua lubang. Harus dibantu dengan colokan tiga lubang. Namun, Alhamdulillah. Mustakim, seorang ikhwa yang juga ketua panitia cukup cekatan. Saya perintahkan untuk mecari toko alat-alat listrik. Ya dapat. Alhamdulillah. Pas setelah cerita saya selesai ia pun juga tepat sampai.
Materi berlangsung cukup hidup. Saya coba bawakan dengan lebih dinamis dan komunikatif. Contoh-contohnya dari kehidupan mereka sendiri. Akhirnya Alhamdulillah, waktu yang sebenarnya membuat orang bisa mengantuk seperti itu, dapat saya kendalikan. Semua semangat hingga akhir. Samapai tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 15.15 Wita. 2 jam lebih saya membawakan materi. Sebenarnya masih dalam tahap pen-struktur-an materi. Sehingga kesan yang muncul masih agak lompat-lompat. Tetapi insya allah,  muatan dakwahnya sudah sampai.
Materi berikutnya dilanjutkan setelah Ashar. Kak Abdul Malik sudah menunggu dari tadi. Ia keluar menemani ustad Ismail Rajab ke DPD, Masjid Imam Bukhari sambil menunggu ustadz Zaitun meresmikan bangunan sekolah mereka.
Kami berangkat pulang setelah menyantap makan malah di lantai bawah rumah. Masyakannya mantap. Barobbo, ikan laying dengan bumbu ikan kaleng, dan telur goring dengan cetakan unik. Semuanya dilahap oleh ikhwa. Tak lupa sambal canda dan tawa.
----
Kami sudah menjamak shalat. Kabupaten Wajo kami tinggalkan pukul 09.00. Semuanya menyisakan kisah. Dan demikianlah kehidupan. Kita berangkat dari satu peristiwa ke peristiwa lain. Hingga seluruh peristiwa itu habis. Dan kita tiba dititik terminal akhir kehidupan yang sudah merindukan kita mengantar ke alam yang lain. Kematian.
Selalu saya merasakan bahwa safar itulah kehidupan itu. Di dalamnya kita bercengkrama, tertawa dan terkadang terluput dari kita peristiwa-peristiwa yang terjadi di samping kanan-kiri kita. Demikianlah kehidupan. Karena itu, jika anda ingin melihat bagaimana kehidupan sebenarnya, lihatlah apa dan bagaimana hikmah anda dalam perjalanan…
Hanya sekitar sampai pukul sepuluh saya megikuti pembicaraan Kak Abdul Malik yang duduk mengganti posisi Kak Putra di depan. Di samping supir. Selebihnya saya dihinggapai sebuah bayangan hitam, yang membuat mata saya sedikit demi sedikit tidak tertahankan untuk tertutup. Ya, lelap datang menyelimuti diriku. Hingga saya terbangun tepat setelah sampai di Unhas…
Alhamdulillah, Ayibuuna taa ibuuna, haamiduna lirabbina sajiduun….
Kami kembali ke Makassar dengan selamat…
                                                                                                  PDA, 7 Mei 2012
                                                                                                  Pukul 10.08 Wita, bergegas mandi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar