Sabtu, 18 Februari 2012

MISI SUKSES….!!!

Malam ini tepat pukul 23.14 wita. Jari ini masih ingin rasanya bergerak mengikuti niat yang sedari kemarin terinspirasi perjalanan mengagumkan seumur hidup. Kata-kata itu seakan-akan berebu-rebut untuk segera keluar dari tanganku untuk menggoreskan pena. Akhrinya saya sendiri tidak tahu dari mana akan memulai.
Tapi kata motivator penulis, tulis apa yang kamu tidak tahu tulis. Dengan bekal itu, saya kira dengan meluangkan waktu di saat manusia tengah menikmati indahnya istirahat, kita seharusnya masih terbangun untuk berkarya. Kalau anda tidak mau mengorbankan waktu terbaik untuk berkarya, maka mahakarya tidak akan pernah lahir dari tangan anda.
Semua karya terbaik sepanjang sejarah ditulis dengan peluh, bersama lapar dan penat. Bahkan tidak sedikit yang diiringi air mata dan darah. Sebut saja karya Laa Tahzan , karangan Dr. Aidh Al-Qarni. Beliau menulis nasihat kepada orang-orang bersedih ternyata hanya untuk menghibur diri beliau. Karena beliau menulisnya dalam penjara. “Supaya ketika saya bersedih, saya akan ingat, bahwa saya adalah penulis Laa Tahzan, sehingga saya tidak akan bersedih kembali” Tukas beliau dalam pengantarnya. Kitab Tafsir Al-Azhar karangan Buya Hamka, beliau juga ternyata menyelesaikannya dalam penjara. Surat-surat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menjadi rujukan-rujukan kitab-kitab manhaj sekarang dalam masalah aqidah dan pemikiran ternyata beliau juga tulis saat mendekam di bui. Dan yang paling agung menurut saya adalah semua yang menginspirasi Ulama di atas. Ya, Al-qur’an yang ternyata ditulis dalam jangka waktu 23 tahun -kurang lebih-. Dirangkai dari peristiwa demi peristiwa yang menyemburatkan aura perjuangan. Tidak hanya aura tapi betul-betul perjuangan. Tetes darah demi darah, peluh demi peluh serta tinta demi tinta harus mengalir deras, untuk menjaga al-qur’an dan tercipta sebuah mahakarya dari sang maha pencipta karya. Allah Azza wa Jalla.
--------
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam menganjurkan umatnya untuk banyak melakukan safar. Karena safar memiliki banyak keutamaan. Di antaranya adalah doa yang menjadi maqbul dijibah oleh allah Subhanahu Wa Ta'ala. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda “ ada tiga orang yang tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah, orang yang berpuasa, orang yang sedang musafir dan orang yang dizhalimi-aw kama Qaalannabiyyi Shallallahu Alaihi Wa Sallam – (Riwayat Ahlussunan)
--------



Senin, 30 Januari 2012 M
Perjalanan itu  dimulai tepat pukul 05.30 setelah shalat subuh. Dengan buru-buru kuambil tas dan jas dari gantungan di sekretariat pengurus masjid. Aduh, ada yang terlupa. Uang yang saya butuhkan untuk berangkat ternyata tidak memadai. Alhamdulillah… sudah ada Bendahara LDK shalat bersama disini. Kedatangannya mungkin tadi malam karena menjelang saya tidur ia belum sampai. Saya meminta uang untuk perjalanan dinas, tidak banyak, hanya untuk bekal biaya perjalanan. Kalaupun itu tidak cukup saya siap merogoh kocek dari kantong sendiri yang juga sudah sangat kritis. Yah. Seperti itulah mahasiswa, momen akhir bulan menjadi momen yang bisa membuat kita lebih qona’ah. Momen yang bisa menjadikan kita sadar, bahwa ternyata uang Rp 2.000 sangatlah berharga. Betapa tidak, kalau tinggal itu yang ada di kantong, sementara awal bulan masih tersisa sepekan… Bisa jadi keringat dingin bercucuran. Teman saya bahkan tidak bisa tidur semalaman, karena khawatir uang kirimannya tidak datang malam itu juga.
Di masjid saya berpamitan dengan beberapa ikhwa, kepergian ini, ana tidak begitu banyak infokan. Kalaupun ditanya, saya hanya tersenyum dan mengatakan… “Yah… Biasa”., tidak lebih. Jawaban itu hanya menyisakan kening yang mengerut seakan ada tanda Tanya besar muncul di atas kepala mereka sambil berkedap-kedip.
Segera saja kutinggalkan mereka. “Kak… mobilnya sudah menunggu dari tadi”, kata ikhwa yang sudah siap menemani kepergian kita di tanah kopra. Kolaka Utara, Sebuah kabupaten yang mengandalkan pinggir laut sebagai lahan pemukiman mereka. Itu tidak lain, karena daratannya seakan-akan didominasi oleh pegunungan yang dijadikan kebun kakao, kelapa dan cengkeh. Karena itu pula,  setiap ombak menggulung menuju pantai akan selalu tidak puas melepaskan emosinya, karena arena pantainya tidak begitu luas. Emosi ombak itu harus pecah tertumbuk kaki-kaki gunung yang berdiri dengan angkuh.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.00, kita sudah sampai di Kabupaten Maros. Ya, karena untuk ke Koalaka Utara, hanya ada dua jalur. Pertama jalur darat yang harus membuat ban motor mengeluh. 180 Km, alias satu hari satu malam perjalanannya, memutar dari ujung selatan kaki Pulau Sulawesi, menuju Lutut Kirinya. Pilihan kedua lewat jalur laut. Berangkat dengan feri atau fiber dengan durasi waktu 1,5 jam atau 3 jam, tapi harus berangkat menuju Pelabuhan di Siwa, Kab. Wajo. Total perjalannya yah…. 13 jam.
Luar biasa. Ini adalah kali pertama saya keluar dari tempurung kampung Sulawesi selatan. Belum pernah saya keluar selama 22 tahun kaki menginjak bumi. Ini kesempatan emas… meskipun belum keluar pulau tapi paling tidak ke luar propinsi (SULTRA).
Alhamdulillah perjalanan dilalui dengan selamat. Meskipun di jalan ternyata harus berurusan dengan supir yang ternyata mendahului supir yang lain untuk membuat kami. Supir yang mau menjemput ternyata bukan yang mengantar kami. Mobil yang kami kendarai sekarang merebut kami dari supir yang lain. Aduh…, sempat terjadi sedikit konflik di telepon karena supir yang sudah dijanji marah-marah. Sampai keluar kata-kata yang kasar. Supir yang kami tumpangi mobinya pun tidak mau pusing. “Ah… begitu memang… XXX.. sering juga ambil penumpangnya orang”. Aduh.. makin runyam ternyata antara supir yang satu dengan supir yang lain sering berkobar dendam kesumat, hanya persoalan penumpang yang diambil… Jadinya rebut-rebut penumpang sudah menjadi tradisi luhur yang mengisi catatan harian para supir lintas kabupaten. Yaa Allah… seperti inilah hidup ternyata… demi uang yang tak seberapa orang harus saling sikut. Katanya injak, bawah jilat atas, sikut kiri kanan yang penting uang masuk kantong. Astaghfirullah… ?!!
Hidup di zaman sekarang memang keras. “Yang haram saja susah dicari, apalagi yang halal”, katanya. Akhirnya dengan keputus asaan seperti itu, memakan harta haram bukan sebuah masalah. Urusannya masukin diperut dulu. Nanti di perut, baru baku atur… Ya Allah…??!!
Saya semakin bersyukur bisa mengenal islam. Dengan demikian saya merasa telah diselamatkan oleh Allah dari perkara-perkara demikian. Alhamdulillah…
Tepat pukul 12.00, hari Jumat kami sampai di pelabuhan Siwa. Kami tidak shalat jumat karena terhitung musafir. Langsung saja kami jamak–qashar. Pukul 13.00 Kami berangkat memesan tiket dan bergegas menuju kapal yang baru saja menghela nafas panjangnya setelah menempuh tiga jam perjalanan. Membawa mobil-mobil 10 roda dan beberapa masyarakat transmigran. Ternyata dengan mudah kami lewat dan naik di dek atas. Tidak ada pemeriksaan yang ketat. Hanya ada seorang petugas dengan sebuah rompi berwarna biru dengan tulisan petugas di atas saku kirinya. Rompinya yang sudah agak kumal tanda bahwa jarang dicuci. Mungkin karena sibuk mengurusi karcis para penumpang setiap kapal bersandar. Di dek atas, perasaan saya langsung tenang. Semilir AC membelai di atas kursi yang gabusnya sudah mengeras karena ditindih ribuan bahkan jutaan bokong, dari anak-anak pekebun hingga bokong yang dibalut jeans mahal berkelas, milik para juragan tanah.
Phooooppp….. Phooooppp….. Suara sirine kapal memekik keras. Tanda bahwa kapal akan segera berangkat. Tidak terasa kapal pun sudah berangkat. Belum hilang keletihan kapal, ia kembali dipaksa mengarungi laut 180 Km menuju Kolaka Utara.
Di atas dek, para penumpang dihibur dengan sajian TV kabel yang saya tidak tahu apa isinya. Semua isinya hanya film barat. Menontonnya Cuma membuat kepala pusing. Ah… akhirnya, kuputuskan saja untuk tidur. Setidaknya untuk mengistirahatkan badan yang tengah kelelahan di atas mobil selama enam jam. Ada juga penumpang yang menikmati tayangannya. Begitulah cara Barat menanamkan nilai kepada umat islam Indonesia, mereka mengimpor budaya dan memaksa kita untuk menelan mentah-mentah pemikiran mereka. Akhirnya kita hanya bisa menjadi peniru yang ulung, kalah dalam pertarungan pemikiran mereka.
3 jam berlalu, daratan Kolaka Utara mulai terlihat, Gunung-gunungnya ditumbuhi tanaman Kakao. Yang ramai adalah pesisir pantainya. Saya sempatkan diri membuat mata melepaskan pandangan ke arah pantai. Tidak lupa beberapa petik sudut pandang dalam bingkai kamera kujepret.
Daratan kolaka. Meskipun masih satu bagian dari pulau Sulawesi, daerah ini memiliki ciri khas sendiri. Kawasannya hampir 80 % adalah gunung. Itulah yang menyebabkan PEMDA setempat melakukan pembangunan infrastruktur jalan dengan menimbun pantai. Lepas pantai sekitar 300-400 m dari garis pantai dibangun sebuah jalan dengan lebar sekitar 7 – 11 m dan tinggi 1 – 2 m dan panjangnya membentang dari pelabuhan Tobako menuju ibukota kabupatennya, Lapai, sekitar 30 Km. Masih dalam tahap pembangunan. Karena jika ingin menempuh perjanan dari Lasusua, Kec. Watonohu kediaman Ikhwa yang mengantar, maka satu-satunya jalur hanyalah lewat gunung-gunung terjal. Motor harus dipaksa menderu setengah mati. Apalagi kualitas jalannya sangat buruk, pengerasan dan hampir-hampir tidak ada yang mulus.
-------
Ada yang membuat saya tertarik dari daerah ini. Bukan tanamannya, jalan ataupun gunung-gunungnya. Akan tetapi nama daerahnya. Setiap daerah di sini sangat unik. Bagi saya kedengarannya cukup aneh. Lasusua, Lapai, dan sekitar daerah yang lain di Sulawesi Tenggara, seperti wakatobi, unaha, Tojo Una-Una, Tiu, dan yang paling aneh adalah Desa Ngapa. SMPnya SMP 1 Ngapa. Dalam hati saya, Mengapa namanya Ngapa ?. Mungkin karena orang dulu ada yang bertanya, Ngapa miee…..?!. Begitulah, ini bahasa Tolaki. Bahasa orang-orang Tenggara.
Yah… itu mungkin dalam pikiran saya sendiri.
--------
Sebelum berangkat ke tempat daurah, ternyata Allah menakdirkan kami bertemu dengan seorang da’i. Namanya Tommy Thomson. Nama yang sangat aneh bagi seorang yang beralur keturunan bugis Bone. Di subuh itu beliau selalu menyempatkan diri untuk ceramah hingga mahari terbit. Nama sebenarnya Tommy. Sementara Thomson adalah sejenis senjata laras panjang yang dipakai untuk berperang pada masa pemberontakan. Karena ia senang memakainya. Maka nama senjata itupun dinisbatkan kepadanya, mengikut nama aslinya. Beliau termasuk asisten yang sangat dekat dengan Tokoh Pejuang Islam, Kahar Mudzakkar. Beliau adalah pengikut setianya. Dan selama puluhan tahun bersama dengannya untuk bergerillya. Katanya beliau sering bercerita dengan mahasiswa. Dan sementara menyusun sebuah buku yang berjudul peace democration, Demokrasi Damai. Bahasa  Inggrisnya cukup fasih, tanda bahwa orang ini bukan orang biasa. Umurnya yang tua -70-an tahun- tidak menyiratkan di wajah dan semangatnya. Beliau melanjutkan, Katanya sekarang masyarakat dunia telah begitu banyak menganut paham demokrasi. Termasuk juga Negara kita, Indonesia. Akan tetapi, demokrasinya ternyata adalah demokrasi yang dibanhun di atas pemikiran Montesquei. Demokrasi yang terdiri dari trias politika. Yaitu Demokrasi yang dijalankan dengan system pembagian kekuasaan. Legislatif sebagai pembuat Undang-udang, Eksekutif sebagai pekerja Undang-undang, dan Yudikatif sebagai pengawas Undang-undang. Katanya, konsep ini salah dan tidak cocok diterpkan pada umat islam. Islam memang menganut paham demokrasi, akan tetpai bukan demokrasinya Montesquei. Demokrasi dalam islam adalah demokrasi damai. Itu yang beliau ingin tuangkan dalam buku beliau. Selama puluhan tahun terakhir beliau menjadi contributor yang aktif menyumbangkan idenya pada Koran local seperti ….. Di situ beliau banyak mengkritik pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Menurut beliau Demokrasi Islam adalah murni. Demokrasi Eka Politika¸ alias Politik Tunggal. Legislatif demikian halnya Yudikatif itu adalah Allah, karena Dia yang paling pantas diikuti hukumnya, bukan hukum buatan manusia. Adapun eksekutif adalah kalangan ulama, sebagai pekerja hokum dan kekuasaan. Beliau juga berpendapat bahwa tidak ada hukum selain hukum Allah. Inil Hukmu illa lillah tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Ini menurut beliau. Itulah satu diantara banyaknya kerusakan di negara kita. Penerapan Demokrasi pun masih rancu dan kabur. Dan inilah akibat kita tidak berhukum kepada hukum Allah.
Setelah melepas lelah di Rumah Ikhwa, Pukul 08.30 kami berangkat. Berdua mengendarai motor Jupiter Z kuning dengan ban yang sudah dimodifikasi agar tahan melalui perjalanan yang cukup menantang. Ini juga pengalaman yang menarik. Subhanallah…. Perjalanannya cukup membuat lelah. Sekitar 1 jam 15 menit perjalanan untuk sampai di Masjid tempat daurah. 80 % rusak dan cukup parah. Karena jalannya sering dilalui mobil tronto, bis dan truk besar yang mengangkut barang-barang kebutuhan masyarakat Kolaka Utara di sini. Di setiap sisi jalan, hampir spanduk calon Bupati dan wakil Bupati tidak pernah habis. Sambung menyambung antara satu dengan yang lain. Sementara ini ada tiga calon. Bupati dan wakil sebelumnya, serta dua orang pasangan calon lain. Syuhada, Rusda Mahmud dan Alimuddin, PAS, Pasangan Anton dan Hasbullah. Serta satu lagi yang sangat jarang terlihat spanduknya.
                Setelah sampai. Kami disambut dengan hangat. Disambut oleh Ketua DPD Kolaka Utara, Ust. Maskab Mutu, Dosen Utusan USN (Universitas Sembilan Belas November) Kolaka. Sangat Wah… acara seperti Daurah Ta’rifiyah atau Studi Islam Intensife seperti ini. Bupati diundang dan Kepala Kemenag. Bahkan bantuannya tidak tanggung-tanggung. 8 juta dari Bupati. Subhanallah…. Pesertanya hanya 20-an orang. Akhirnya DT yang begitu menjamur di Makassar menjadi event yang sangat besar di sini. Maklum karena Bupati sekarang ternyata adalah Saudara Angkat Ust. Zaitun. Kalau beliau memanggil ustadz zaitun, Sapaannya Itun. Begitu katanya. Karena memang Ust. Zaitun menghabiskan waktu SD beliau di sini.  Bupati ternyata tidak hadir, tetapi diwakili oleh asisten III-nya dan membacakan teks dari Bupati.
                Acara di sini 2 hari 1 malam. Alhamdulillah, kami sempat membawakan 3 materi. Mulia dengan ilmu, Problematika Umat, dan Konsep Tarbiyah Islamiyah. Materinya cukup padat karena ditambah dengan 4 materi yang dibawakan oleh ustadz dari DPD Kolaka.
                Pesertanya didominasi oleh siswa MAN dan SMK. Selebihnya umum. Ada bapak-bapak yang begitu semangat mendengarkan materi dari awal hingga akhir.
                Yahh… seperti siswa kampung lainnya. Sangat lugu dan tenang. Awalnya saya agak tidak menguasi forum, karena jadi pusat perhatian. Tapi Alhamdulillah, sedikit demi sedikit saya coba keluar dari tekanan atmosfer perhatian audiens. Dan hasilnya membuat saya cukup lega. Materinya dilanjut ba’da Dhuhur.
                Masyarakat setempat lebih banyak dihuni oleh Bugis pendatang. Sehingga yang jadi bahasa sehari-hari adalah bahasa Bugis. Kultur masyarakatnya terlihat lebih maju cara berpikirnya. Meskipun sebagian besar mengandalkan lahan Perkebunan seperti Kakao, Kelapa komoditas Kopra hingga Nilam yang baru saja dicoba dan menunjukkan hasil yang menjanjikan. Itu terlihat dari estetika desain bangunannya. Sudah menerapkan model bangunan baru, yakni minimalis. Walaupun belum begitu rapi. Saya melihatnya seakan bangunan ini seperti bangunan yang jatuh dari langit di tengah pulau yang terpencil. Sekelilingnya Cuma pisang, mangga, kelapa sementara bangunnnya sudah bertingkat dua bahkan tiga.
                Tak terasa, setelah malam menjelang. Kami bertemu dan berbincang-bincang dengan seorang da’inya. Sambil menyantap makan malam, beliau mulai berkisah. “Saya dulu pengedar akh, Sebelum kena hidayah berapa tahun hidup saya menjadi pemakai dan pengedar Shabu-Shabu”. Kami langsung semakin tertarik dengan lanjutan ceritanya. Sangat jarang kita dapatkan seorang ikhwah yang latar belakangnya adalah pengedar. Kerja saya itu banyak keluar masuk Kendari dan Makassar. Saya menerima shabu-shabu dari Pare-pare dan mengedarkannya di Kendari. Akan tetapi saya sekarang menyesal. Seakan-akan tidak mau masuk Makassar dan KEndari, karena ketika masuk ke sana hati saya seakan-akan menangis mengingat seluruh dosa yang pernah saya lakukan. Saya malu Akhi. Saya malu kepada Allah. Malu menginjakkan kaki di kota yang saya bermaksiat begitu banyak di dalamnya. KArena itiu, saya jarang lagi menginjakkan kaki di sana. Tukasnya, dalam nada yang sedikit sendu.
 Yang ternyata mengejutkan bukan saat ikhwa ini telah beristri dan menjadi pengedar. Tapi teryata adiknya adalah seorang Polisi. Bahkan Bagian Narkoba. Astaghfirullah. Cerita semakin seru. Berulang kali adiknya sering menelpon. “Kak, berhenti maki, namaTa sudah ada dalam DPO, fotota sudah diketahui, kalau tidak berhentiki ditangkapki itu…”, kata adiknya. Tapi beliau Cuma menjawab, ”Ah saya tidak percaya… tidak usah urusi saya”. Katanya. Yah… Seperti itulah hati yang masih buta dalam menyikapi kebenaran.
Pernah suatu ketika, beliau mendapat tugas dari atasannya untuk membawa 2 bungkus Shabu-shabu yang masih dalam bentuk batangan senilai 800 Juta. “Wah… mahal sekali”, kata kami dalam hati. 1 Bungkus kecil katanya biasa dijual 1.200.000. Bungkus itu dibagi-bagi menjadi beberapa gram. Dan biasanya dijual menjadi 6 sampai sepuluh bungkus kecil. Dijual 300.000 ribu. JAdi unutngnya bisa sampai dua kali lipat. Saya begitu terhentak mendengar harga barang haram ini. sudah haram, sangat ringan, merusak tubuh, mahal sekali pula !. Katanya efeknya enak, bisa membuat semangat dan kecapaian bisa tidak terasa.
Beliau melanjutkan ceritanya. “saat itu saya di Kota Pare-pare membawa mobil, atasan saya mendelegasi bahwa barang itu harus sampai besok. Jangan dimalamkan”.  Setelah memulai misinya. Beliau membawa barang itu dengan mobil Avanza melewati jalur dari Pare-Pare ke Kolaka. Akan tetapi di tegah jalan, Adiknya menelpon. “Kak, Berhentiki di daerah ini, ada pemeriksaan di sana. Jangat lanjut dulu.”. Tapi beliau bilang “Ah… biarmi, saya bisa urus ini”.
Ikhwa ini singgah di salah satu tempat yang sering dijadikannya singgah sebelum masuk daerah Sweeping. Ia membeli 3 biji semangka dengan harga yang mahal. 100.000 katanya satu biji. Itu ternyata untuk ditempati shabu-shabi tadi. Semangka itu dilobanginya. Setelah itu shabu-shabu batangan itu di tusuk masuk ke dalam dan diikat.
Sesampai di sweeping. Ia langsung didesak polisi. “Oeh…, ada barang kamu bawa toh…!!!”. Ikhwa ini katanya langsung kaget, tapi wajahnya tetap dijaga dari ketakutan. “Barang Apa Pak…. ???, tdak ada”, katanya. “Ah… mengaku mako, ada barang tooh… kutangko sekarang itu…!!!”. Desak polisi lebih lanjut. “Barang apa pak… tidak ada… Adaji tapi semangkaji… Kalau mauko kuambilkan, bilang saja pak….”. Katanya. Cukup lama mereka beradu mulut. Akhirnya diambillah semangka yang kosong. Dibelahnya dan diperlihatkan ke Polisi. “Ini pak ee…eee…. Semangka mauki makan, makan maki pak…”. Katanya sambil menyuguhkannya ke Polisi. Akhirnya Polisi ini kehilangan kecurigaannya. Ia pun dibiarkan berlalu. Akan tetapi tidak demikian mudah keluar dari incaran dan buronan polisi. Mereka juga tidak mau demikian mudah menangkan tanpa ada barang bukti. Akhirnya mobilnya diikuti dari belakang.
Tapi ikhwa juga ini merasa dibuntuti. Akhirnya ia putuskan untuk bermalam di sebuah hotel di jalan. Setelah memarkir mobil. Ia meng-SMS temannya yang juga bermalam di hotel itu. Karena terus merasa dibuntuti. di malam hari itu, setelah Chek in, ia langsung keluar. Barangnya telah ada di kamar. Kunci mobil dan kamarnya ia tempatkan di suatu tempat tersembunyi agar temannya dapat membawanya melanjutkan misi. Akhirnya Ia putuskan untuk keluar sejenak berkomunikasi dengan teman tersebut. Via SMS. “Masuk mako ke kamar, Ambil barang, kunci kamar dan mobil ada di XXX,(sambil menyebutkan temparnya)”. Ia berjalan-jalan di luar sambil merokok, dan sambil memantau pergerakan temannya. “Barang sudah di mobil kami sudah berangkat”, SMS dari temannya. “OK, kalau gitu hapus nomorku, dengan semua SMSku, ingat-ingat saja nomorku”. Balasnya.
Setelah barang telah diangkut. Ia masuk kembali ke kamar. Ternyata di malam harinya ia digrebek. Kamarnya didobrak paksa. Ia langsung diperiksa Polisi. Dengan terkejut ia menyerahkan diri dan mengatakan. “Apa Pak….?,”. Polisi langsung menimpali, “Weh… mana barangmu ?, kamu pasti bawa barang kan ?”. Ikhwa ini menjawab. “Tidak ada pak…, silahkan diperiksa kalau tidak percaya”, tukasnya. Ia pun digelegah. Sekujur tubuhnya diperiksa, dan kamarnya juga demikian. Ternyata Polisi tidak berhasil mendapatkannya. Ia pun dilepas, karena barang bukti tidak ditemukan.
                Hal yang ternyata membuatnya sadar kembali adalah dorongan dari dirinya sendiri. Sewaktu anak keduanya akan lahir, ia berpikir-pikir. Sambil berjalan-jalan ke kantor polisi ia ingin melihat namanya dalam daftar DPO. Ternyata betul. Namanya ada dalam daftar. Di situlah hidayah Allah subhanahu wa ta’ala datang. “Haruskan berhenti ini…. Kalau tidak berhentika, bahaya. Anakku sudah mau lahir lagi sementara selaluka bertengkar sama istri. Bahkan hampirmaka baku pisah”. Kan=Tanya dalam hati.
Akhirnya, di kesempatan itu, ia memutuskan dengan tegas untuk menarik diri dari dunia gemerlap itu. Kebiasannya untuk foya-foya, apalagi orang tua yang mampu ia tinggalkan sedikit demi sedikit. Dan akhirnya bisa bergabung dalam halaqah pembinaan, dan aktif  mengikuti pengajian.
Alhamdulillah… Itulah fitrah manusia yang selalu akan mencari kebenaran. Fitrah yang telah Allah Subhanahu Wa Ta'ala citptakan atasnya. Akhirnya semua komplotannya banyak dilaporkan ke Polisi. Satu demi satu dijebloskan ke penjara, karena laporannya. Akan tetapi sekarang, Adiknya yang Polisi lagi yang terlibat Kasus Shabu-shabu. Demikianlah Allah membolak-balikkan hati seorang hamba.
Allohumma yaa muqallibal quluub, Tsabbits qalbi ‘ala diinik. Wahai Allah yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu.
Tanpa terasa, daurah pun berakhir….
Setelah kembali pulang, ikhwa yang mengantara saya mengirim SMS.
Misi Sukses. Jazakallohu Khoiron kak. Smg kabaikanta ini bs menjadi sebab Allah memasukkan qt dalam gol org yang sling mencintai krn-Nya. Barokallohu fiikum. Tlg Sampaikan Salam dan ucapan trm kasihku sm syarif. Jazakumullohu khoiron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar