Perjalanan itu dimulai Sabtu.
Sejak tadi saya menunggu mobil
yang seharusnya sudah tiba jam 16.00. Namun, ternyata mobil penjemput belum
juga terlihat. Akhirnya, agenda untuk berbenah juga molor. Bahkan molor sampai
maghrib.
Kalau menurut pengalaman, memang
demikian terkadang perjalanan itu dimulai. Biasanya start terlambat. Molor hingga sekian jam.
Adzan isya pun berkumandang. Sejak
ba’da maghrib, semua perlengkapan sudah saya persiapkan. Saya pun
mengisyaratkan kepada seorang kanda yang sudah satu malam di masjid ini. Ia
dalam dua kali sepekan datang ke Makassar. Selain silaturahim, beliau juga
mencari pesanan obat dari pasiennya. Sebenarnya beliau bukan dokter. Ia adalah
seorang guru PNS yang ditempatkan di Desa yang bernama Compong, Kabupaten
Sidrap. Orangnya sangat mudah
berkomunikasi. Dalam hal bahan cerita hampir tidak pernah kehabisan. Akhirnya
masjid arrahmah yang biasanya hanya diisi pembicaraan tentang guru, murid atau
facebook, kini diisi dengan pengalaman beliau yang malang melintang dalam
dakwah. Selain guru, beliau sangat aktif dalam berdakwah fardhiyah di
masyarakat. Banyak orang tua yang sudah dikenalnya bahkan mengenal betul beliau
juga. Shalat itu diiringi dengan satu penggalan ayat al-qur’an yang ana tidak
tahu persis tempat ayatnya. Rakaat kedua dilantunkan dengan surah Al-Qariah.
“Assalamu alaikum warahmatullah….
Assalamu ‘alaikum warahmatullah”. Shalat ditutup dengan suara khas kak Mansur. Serak-serak
yang agak lain. Tidak terlalu jelas artikulasinya. Tapi begitu lancar
hafalannya. Beliau juga katanya punya hafalan yang banyak. Karena di masa
kuliah beliau sangat kuat menghafal. Maklum tinggalnya juga di masjid. Jadi
shalat subuh tidak pernah ketinggalan. Ba’da subuhnya dihabiskan dengan
menghafal, setelah itu mengepel atau membersihkan lantai masjid dan
pekarangannya.
Setelah shalat isya, saya masih
menunggu. Dalam hati saya merasa bahwa, sepertinya perjalanan sepertinya akan
larut malam. Akhirnya saya menghabiskan waktu ba’da isya hingga pukul sepuluh
dengan bercengkrama. Bukan aktivitas yang baik sebenarnya setelah isya seperti
itu diisi dengan ngumpul sambil cerita-cerita. Dalam majelis itu saya hanya
memesankan kepada seluruh adinda yang sementara studi untuk tidak menjadikan
ijazah mereka sebagai sumber rezeki. “Ingat, berapa banyak ijazah antum, tidak akan
mempengaruhi berapa banyak rezeki yang antum akan terima, karena seandainya rezeki
itu terletak pada ijazah, maka kerbau, sapi dan semut serta hewan lainnya tidak
akan mendapat rezeki”. Tukasku. “Nyatanya… mereka juga masih hidup, karena
memamng rezekinya telah ditetapkan oleh allah azza wa jalla. Persoalan rezeki
tidak usah khawatir, kita tidak akan mati sebelum menghabiskan semua rezeki
yang dijatahkan allah kepada kita”, lanjutku.
“Yang kedua, jangan sampai kita
menjadikan alasan kesibukan dunia sehingga dakwah tidak berjalan. Kalau memang
begitu, silahkan cepat kerjakan tugas akhir kalian, supaya kalian tidak punya
lagi alasan yang menghalangi dakwah”.
Tapat jam sepuluh saya
meninggalkan majelis itu. Setengah jam kemudian, mobil penjemput baru datang. Sebelumnya
saya sudah ditelpon. Katanaya mobilnya memang terlambat, tapi sampai jam lima.
Ternyata sampai jam setengah sepuluh malam. Niat saya meninggalkan majelis itu
sebenarnya adalah untuk beristirahat. Mempersiapkan tenaga untuk esok hari. Ternyata,
kegiatannya tetap jadi dilaksanakan.
Kami pun berdua bergegas. “Ihwan,
adami mobilka…”, kataku kepada ihwan. Matanya agak sedikit sipit. Ternyata baru
saja dia menghabiskan dua ronde tidur malam. Ia pun segera berbenah. Sepatu,
tas dan segala macam kebutuhan lain diangkut ke mobil. Kami berdua ternyata
orang pertama yang dijemput. Yang lainnya menunggu di Unhas.
Mobil ditancap, kami menuju
Unhas. Di sana sudah menunggu Bayu, Kak Putra, Marlin, Mustakim dan Kak Abdul
Malik. Serta satu lagi yang samapi akhir perjalanan saya tidak pernah tahu siapa
namanya. Orangnya begitu kalem. Kata-kata yang keluar dari mulutnya sepertinya
bisa dihitung setiap hari cukup dengan menggunakan jari. Total ada Sembilan
dengan supir. Supirnya saya kenal sih karena saya pernah berkunjung ke
rumahnya. Yah membicarakan satu masalah yang mungkin lain kali kami akan angkat
ceritanya. Namanya kak Nur. Belaiu juga orang Wajo, kuliah di STIBA. Memang
mertuanya mengelola usaha rental mobil. Sehingga beliau yang menjalankan usaha
ini. Pembawaannya tenang. Bahkan dalam mengendarai mobil ini, kami nyaman
sekali tidurnya. Sangat nyaman dan tenang mobil melaju.
Tidak terasa sepertinya Cuma
beberapa jam saja di jalan. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 03.00. Jam
tiga dinihari di Bumi Sengkang Wajo.
Acara trainingnya dimulai pukul
08.00 besok. Meskipun ternyata ada miskomunikasi. Akhirnya peserta baru
berdatangan jam 9-an.
Kami memanfaatkan waktu yang
tersisa menjelang subuh. Sekitar dua jam dengan menghempaskan diri di atas
kasur empuk. Yang lainnya di bawah. Hanya saya dengan akh ihwan yang di atas
kasur, dalam kamar.
Adzan subuh berkumandang. Saatnya
bangun. Namun setelah adzan petugas masjid kembali memutar murattal al-qur’an
sehingga menurut kebiasaan di Makassar, hal seperti itu menunjukkan adzan subuh
sudah berkumandang. Ini juga saya sudah jumpai di tanah kopra, Kolaka Utara. Menempuh
perjalanan yang cukup melelahkan dengan jalur darat dan laut. Total hampir 14
jam.
Kami pun bangun bergegas. Menyambut
panggilan adzan subuh. Hawanya ternyata biasa-biasa saja. Tidak begitu dingin. Seperti
di Makassar atau di kampung saya. Yang aneh adalah bentuk masjidnya seperti
rumah. Kuabahnya tidak ada. Jalan masuknya pun hanya satu. Lewat depan,
tersedia dua pintu untuk laki-laki dan perempuan. Masjidnya memanjang ke
belakang. Tetapi kelihatannya agak mewah, karena dilengkapi ukirann dinding dan
ornament-ornamen seperti masjid besar. Lebarya tidak lebih sepuluh meter.
Panjangnya sekitar 16 atau 20 meter.
Pasca shalat subuh, bantal
kembali menjadi sasaran. Sampai jam tujuh pagi kami beru terbangun. Tetapi
masya allah, semua sudah lengkap. Sudah terhidang nasi goring dengan kerupuk
melinjo yang siap untuk di KO. Semua ramai-ramai menyerbunya. Bedanya, ini
dalam kabilah orang-orang yang sudah senior sehingga yang ramai adalah setelah
makannya. Sambil cerita. Setelah nasi goreng habis diembat. Korban kedu adalah jalangkote. Namun saying nafsu makan saya
berkurang. Akhirnya, saya sekedar menyentuh-nyentuh saja sang jalngkote itu.
Materi pertama dimulai. Pematerinya Ust. Ismail Rajab, ST. trainer dan
konseptor dakwah kampus dan sekolah. Beliau dengan keterbatasan fasilitas tetap
berusaha membawa peserta untuk nyaman dengan pembawaannya. Materinya self mapping. Intinya tentag beberapa
masalah yang menjangkiti remaja. Mulai dari Narkoba, AIDS, tawuran dan
sebagainya. Acaranya berlangsung di Majid Jabal Nur SMAN 3 Sengkang. Pesertanya didominasi lebih
banyak oleh siswi.
Di rumah kami tengah asyik
bercakap-cakap tentang masalah yang sering nejadi perbincangan para ikhwa. Apa
kira-kira ?, Ya, betul Akhwat. Tapi insya allah bukan dalam perspektif para
lajang. Kami lebih banyak mendengar dari Kak Abdul Malik sebagai tokoh utama. Beliau
banyak menceritakan kisah cinta para aktivis dakwah di medan lain. Ya, bahtera
rumah tangga.
Ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Banyak
juga yang diwarnai dengan konflik yang bahkan berujung perceraian. Masya allah…
Salah satu diantaranya adalah
seorang ikhwa yang begitu memilih-milih pasangan. Sudah hampir sepuluh kali
ta’aruf. Belum juga pilihannya jatuh. Akhirnya ia Memilih dalam ta’arufnya yang
paling terakhir. Itulah memang yang dia cari. Seorang akhwat dengan paras wajah
yang cantik. Mungkin itu memang salah satu tujuannya menikah, dan tujuan
kebanyakan orang. Mungkin termasuk saya dan anda.
Tujuh bulan berlalu dalam perjalanan
bahtera mereka ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Mertua ikhwa ini memang
sepertinya dari awal kurang setuju dengan pilihan anak gadisnya. Namun, nasi
sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi. Sudah akad, dan menjalani dayung
biduk rumah tangga. Di bulan ketujuh itu, ternyata konflik berkepanjangan
memuncak. Tidak ada pilihan lain. Ikhwa ini harus memutuskan hubungan yang
telah lama dalam pencarian hidupnya. Perceraian pun tidak terelakkan.
Sebenarnya bukan karena akhwatnya, akan tetapi karena keluarga dari pihak
akhwat yang memang kurang mendukung sejak awal pernikahan mereka berdua. Hasilnya
bayi yang dikandung oleh sang akhwat harus ditunggu dilahirkan. Ternyata
bayinya adalah bayi kembar, dua perempuan lucu dan mungil.
Dalam perasaan seperti itu. Ikhwa
ini tidak bisa untuk bertahan ia segera mengadukan ke ustadznya. Ia pun
ditindak lanjuti dengan pencarian akhwat yang lain. Apa yang terjadi ternyata
betul. Ustadznya mendapatkan akhwat lain. Proses ta’aruf pun berjalan, dan
akhrnya berlangsung hingga ke pelaminan.
Yang menarik dari cerita ini
adalah, Ternyata yang dinikahi oleh ikhwa tadi ini adalah teman akrab sang
akhwat yang telah diceraikannya. Teman tempat curhat dan berbagi masalah.
Sungguh luar biasa taqdir Allah,
dan inilah salah satu tanda diantara tanda-tanda kekuasannya yang mampu
menjadikan sesuatu sesuai kehendak-Nya.
Apa yang terjadi berikutnya…?. Akhwat
yang diceraikan ini sering marah dan mengungkapkan kekecewaanya kepada temannya
tadi yang kini mejadi istri mantan suaminya. Tapi dengan tenag teman akhwat ini
mengatakan “Eh…, sadarko saya Cuma berusaha untuk menyelamatkan anak kembarmu.
Saya yang akan berusaha menjadikan mereka seperti anak kandung saya sendiri.”
Yah…. Begitulah hidup, penuh
dinamika…. Wallohu a’lam….. Laa haula walaa quwwata illa billah….
----
Setelah megakhiri demikian
banyaknya kisah. Dan kalau saya ceritakan sepertinya bisa menjadi novel best
seller. Kisah-kisah menarik di balik rutinitas para mujahid dakwah. Mungkin
begitu judul bukunya. Tapi nanti lain kali, insya allah jika allah mengizinkan.
----
Pemateri berikutnya adalah ihwan
sendiri. Ketua FUMMIWA. Ia tampil dalam gaya khasnya. Baju merah berkerah
dibalut dengan jas hitam, dipadu dengan celana hitam. Sebagai mana karakternya.
Seorang yang selalu bersemangat terlihat dari suaranya yang sangat besar. Apalagi
suara soundsystem masjid terdengar
hingga keluar. Materinya Bangga jadi Muslim. Semua intisari materi trainingya
di sampaikan dalam perform-nya. Semua
peserta antusias melihat penampilan terbaiknya.
Tidak ada kalimat penutupnya
kecuali “Lakukan apa yang kebanyak orang tidak lakukan hari, niscaya kita akan
mendapat apa yang orang kebanyakan tidak dapatkan suatu saat nanti”. Sebuah
falsafah yang lahir dari pengalaman dan pengamalan.
Materinya usai hingga masuk waktu
dhuhur. Semua peserta berbenah. Hanya saja karena kurang persiapan. WC-nya
cukup jauh. Di dalam sekolah. Jalur kesana ada, hanya saja terkunci. Jadi orang
harus lewat gerbang depan sekolah untuk bisa melepaskan hajat hidup kebanyakan
orang…
----
Setelah Shalat, saya langsung
berinisiatif untuk menggerakkan panitia. Mereka sepertinya kurang konsolidasi.
Sehingga banyak muatan acara yang kosong. Termasuk dalam penjelasan adab-adab
makan. Para peserta ternyata sangat antusias untuk diatur. Mereka lebih sopan
daripada anak Makassar yang cukup patoa-toai
kepada guru mereka. Para peserta semangat mendengarkan penjelasan dari saya.
Adab tetang makan dan minum dengan tangan kanan, sepertiga makanan, minuman dan
udara dan yang lainnya baru mereka megetahuinya. Baru setelah itu, mereka diatur
kembali untuk mendengarkan materi.
Setelah berakhir. Materi ketiga
adalah giliran saya. Masih bingung mencari materi True Winner atau Manajemen
Konflik. Karena materi ihwan tadi sudah full spirit Motivation. Maka saya
lengkapi pengetahuan peserta yang masih lugu-lugu. Kelas dua dan satu ini
dengan cara mengelola konflik.
Saya awali dengan kalimat
pembangkit zona alpha. Sebuah yel-yel. “Spiritual Quantum…”. “Dahsyat Luar
Biasa…”, sahut seluruh peserta dengan antusias. Namun untuk membuat mereka
fokus, saya sengaja mengulang-ulanginya hingga beberapa kali.
Setelah itu saya mulai dengan
salam. Dan satu cerita tentang salesmen terbaik yang merupakan orang gagap. Ini
sebenarnya improvisasi saya. Karena colokan laptop yang saya bawa tidak cocok
untuk stop kontok dengan dua lubang. Harus dibantu dengan colokan tiga lubang. Namun,
Alhamdulillah. Mustakim, seorang ikhwa yang juga ketua panitia cukup cekatan.
Saya perintahkan untuk mecari toko alat-alat listrik. Ya dapat. Alhamdulillah.
Pas setelah cerita saya selesai ia pun juga tepat sampai.
Materi berlangsung cukup hidup.
Saya coba bawakan dengan lebih dinamis dan komunikatif. Contoh-contohnya dari
kehidupan mereka sendiri. Akhirnya Alhamdulillah, waktu yang sebenarnya membuat
orang bisa mengantuk seperti itu, dapat saya kendalikan. Semua semangat hingga
akhir. Samapai tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 15.15 Wita. 2 jam lebih
saya membawakan materi. Sebenarnya masih dalam tahap pen-struktur-an materi. Sehingga
kesan yang muncul masih agak lompat-lompat. Tetapi insya allah, muatan dakwahnya sudah sampai.
Materi berikutnya dilanjutkan
setelah Ashar. Kak Abdul Malik sudah menunggu dari tadi. Ia keluar menemani
ustad Ismail Rajab ke DPD, Masjid Imam Bukhari sambil menunggu ustadz Zaitun
meresmikan bangunan sekolah mereka.
Kami berangkat pulang setelah menyantap
makan malah di lantai bawah rumah. Masyakannya mantap. Barobbo, ikan laying
dengan bumbu ikan kaleng, dan telur goring dengan cetakan unik. Semuanya
dilahap oleh ikhwa. Tak lupa sambal canda dan tawa.
----
Kami sudah menjamak shalat. Kabupaten
Wajo kami tinggalkan pukul 09.00. Semuanya menyisakan kisah. Dan demikianlah
kehidupan. Kita berangkat dari satu peristiwa ke peristiwa lain. Hingga seluruh
peristiwa itu habis. Dan kita tiba dititik terminal akhir kehidupan yang sudah
merindukan kita mengantar ke alam yang lain. Kematian.
Selalu saya merasakan bahwa safar
itulah kehidupan itu. Di dalamnya kita bercengkrama, tertawa dan terkadang
terluput dari kita peristiwa-peristiwa yang terjadi di samping kanan-kiri kita.
Demikianlah kehidupan. Karena itu, jika anda ingin melihat bagaimana kehidupan
sebenarnya, lihatlah apa dan bagaimana hikmah anda dalam perjalanan…
Hanya sekitar sampai pukul
sepuluh saya megikuti pembicaraan Kak Abdul Malik yang duduk mengganti posisi
Kak Putra di depan. Di samping supir. Selebihnya saya dihinggapai sebuah
bayangan hitam, yang membuat mata saya sedikit demi sedikit tidak tertahankan
untuk tertutup. Ya, lelap datang menyelimuti diriku. Hingga saya terbangun
tepat setelah sampai di Unhas…
Alhamdulillah, Ayibuuna taa
ibuuna, haamiduna lirabbina sajiduun….
Kami kembali ke Makassar dengan
selamat…
PDA,
7 Mei 2012
Pukul
10.08 Wita, bergegas mandi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar